Cerpen Karyaku
Nyanyian Burung
Karya
: Siti Zubaidah/XII IPA-1
Mentari yang elok mulai menampakkan
diri di tengah gemercik air sungai yang jernih. Cahaya yang muncul menerobos
memasuki tiap-tiap bagian yang ada di belahan bumi selatan. Daun-daun
meneteskan embun seraya menebarkan bau dari bunga yang mulai mekar. Kicauan
burung dan suara ayam bersahut-sahutan membangunkan seorang gadis. Gadis manis
yang memiliki tahi lalat di alis dan dagunya. Semakin manis saat sinar matahari
pagi menerpa rambutnya yang panjang dan lebat. Terlintas senyum di wajah gadis
tersebut untuk segera bangun dan menunaikan kewajibannya pada Tuhan Yang Maha
Esa. Kemudian sang gadis bersiap-siap untuk pergi ke kampus guna mencari ilmu
yang bermanfaat lagi berkah.
***
Angin pagi menemani langkahnya
memasuki halaman kampus yang rindang diiringi nyanyian burung-burung.
“Sania, tunggu!” Tiba-tiba seseorang
berteriak memanggil nama sang gadis dengan nafas yang tak karuan.
“Eh,
gimana tugasmu?”
“Hey, slow aja, alhamdulilah ya
sesuatu, udah selesai dong!” Ucap sang gadis sambil menirukan gaya khas artis
papan atas, Syahrini yang sedang nge-hits.
“Wah, cepet beut! Bantuin punyaku dong?” kata Devi, teman karib sang gadis
bermata indah.
“Ya nenek sihir,
siap! Yuk anterin aku ke ruangannya Professor
Wahid, kemarin beliau memintaku untuk menemuinya.”
Cantik, pandai, dan mudah bergaul. Itulah kelebihan dari gadis yang bernama Sania.
Ia terkenal karena otaknya yang cemerlang. Tapi di balik kelebihannya ia punya
suatu masalah. Sungguh aneh, ia bahkan tak bisa mengingat masa lalunya,
terutama masa-masa indah saat di SMA. Ketika ia mencoba mengingat masa lalu,
kepalanya selalu pusing hingga ia tak bisa tidur ketika malam menghampiri. Ia
terus saja memikirkan penyebab dari hilangnya memori remajanya, mungkinkah ia amnesia? Entahlah, tak ada yang
bisa menjawab, hanya waktu yang mampu menterjemahkan ini semua.
***
Senja
mulai datang, gerimis membasahi dedaunan yang telah haus akan cinta dari
langit. Sania termenung di sudut kamarnya, saat itu ia mendengar nyanyian
burung. Begitu merdu, namun lambat laun terdengar seperti tangisan seekor
burung yang sedih. Sania menatap awan dan ia berharap bisa mengingat masa
lalunya. Namun tetap saja berbuah nihil, tak terlintas sedikit pun dalam
benaknya tentang masa-masa sekolahnya dulu.
“Ojo
nglamun ae, San! Mbok yo bantu
Ibu menata barang-barang,”
kata ibu yang seketika membuyarkan lamunan Sania.
Baru kemarin Sania dan keluarga
kecilnya pindah di rumah baru yang
terletak dekat dengan kampusnya. Rumah sederhana namun lumayan untuk bernaung diri dari
sengatan matahari dan dinginnya angin malam. Di samping rumah Sania terdapat
taman kecil yang ditumbuhi pohon ceri rindang nan hijau. Tempat tersebut
menjadi favorit Sania saat santai atau tempat untuk mengerjakan tugas-tugas
kuliahnya. Di depan taman terdapat gang kecil yang menghubungkan antara gang
tersebut dengan rumah bercat hijau yang katanya tak berpenghuni. Sore itu
kebetulan Sania sedang mengerjakan tugas membuat cerpen dan ia terinspirasi
oleh warga sekitarnya yang membicarakan rumah kosong bercat hijau. Akhirnya ia
putuskan untuk melihat lebih dekat keadaan rumah tersebut. Dengan susah payah Sania
melompat pagar dan mengendap-endap agar tak seorang pun mencurigainya. Takutnya
dikira maling yang ingin mencuri, masak gadis cantik nan manis sepertinya mau
mencuri? Apa pandangan orang nanti, pikirnya.
“Aduh, kakiku kena duri lagi! Dasar
duri nakal, gak tau ada orang di sini kali ye?”
Setelah sukses memanjat pagar, Sania mulai melancarkan aksinya menelusuri
bagian luar rumah. Rumah itu lumayan besar, bagian depannya terdapat patung
domba yang berwarna kuning. Di samping rumah terdapat banyak tanaman anggrek
yang berbunga lebat. Aneh, tak seperti kebanyakan rumah kosong. Rumah ini
justru sangat terawat, bersih, dan tak ada satu pun daun yang berguguran
menyentuh permukaan bumi. Bahkan di bagian samping dekat tanaman anggrek
terdapat kolam yang ikannya berenang dengan gesit. Lalu siapa yang memberi
makan ikan-ikan lucu itu? Apakah mungkin ikan beraneka warna itu hanya makan
lumut, pikir Sania. Apakah mungkin diberi makan oleh si ‘penghuni misterius’.
Entalahlah, namun tiba-tiba dikejutkan oleh datangnya suara sesuatu yang jatuh
dari dalam rumah itu sehingga membuat bulu kuduk Sania berdiri. Sania menyengir
dengan perasaan berkecambuk dalam hati. Mungkinkah itu suara si ‘penghuni
misterius’? Atau semacam hewan peliharaan yang mampu membersihkan halaman
rumah? Atau mungkin semacam robot?
“Suara apa itu? Ah, mungkin cuma
kucing yang iseng” kata Sania menenangkan dirinya. Namun tak lama kemudian
terdengar suara berdesis yang seketika mengagetkan Sania.
“Aduh, suara aa..apa itu.
Jangan-jangan... Tapi, ada ye hantu
di siang bolong seperti ini? Atau mungkin penghuninya marah karena aku ganggu?
Kabur dari sini aje!” Sania lari
terbirit-birit dari rumah kosong dan segera melesat ke rumahnya.
“Udah besar kok sukanya main
lari-larian kayak orang dikejar setan,” kata ibunya sambil keheranan.
“Ah, enggak kok Bu, ingin aja,
hehehe, aku mau ke kamar dulu ya Bu.” Sania masuk ke kamar dan menulis tentang
apa yang ia alami hari ini di buku catatan bersampul kupu-kupu biru.
Sabtu, 16 November 2014
Hari
ini aku beranikan diri pergi ke rumah kosong dekat taman. Ada kejadian yang
membuatku merasa aneh dan takut. Masak
aku takut? Tapi jujur saja, aku merasa ada aura aneh menyelimuti rumah itu.
Halaman belakangnya begitu rapi tak seperti rumah kosong kebanyakan. Apakah
mungkin ada penghuninya? Manusiakah? Hantukah? Hantu jadi-jadiankah? Atau mungkin
hantu yang sebenarnya? Ih, bulu kudukku merinding saat terdengar suara berdesis,
apakah itu suaranya setan? Sungguh, hal ini membuatku sangat penasaran. Bisakah
kupecahkan masalah ini? Semoga saja.
Sania Linata
***
Ia tetap mimikirkan kejadian ganjil
yang hampir membuat jantungnya copot. Tak terasa malam mulai kelam, membuat Sania
mulai terlelap dalam mimpi. Dalam mimpinya ia bertemu dengan seorang pria. Pria
itu membisikkan kata di telinga Sania ‘I
love you’. Sania terkejut dan ia bangun dari mimpi. Sania melirik jam di
dinding kamarnya yang bercat ungu, jam menunjukkan pukul 01.00 WIB. Masih
terlalu lama untuk menantikan hangatnya cahaya matahari. Ia memutuskan untuk melaksanakan ibadah agar
diberi petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa.
Keesokan harinya mentari memancarkan
sinar hangatnya. Hari ini ia ingin membuka buku semasa SMA, mencari tahu sosok
dalam mimpinya. Terlihat dengan sangat rapi buku album SMA-nya tertata di rak
buku. Buku itu masih terawat dengan baik. Jemari tangannya yang lentik membuka
halaman demi halaman. Sania terkejut saat ia menemukan wajah yang sama dengan sosok
pria dalam mimpinya. Ia menelusuri lebih detail tentang identitas sang pria
yang bernama Raka. Sania mencoba mengingat masa lalunya, tapi tak sedikit pun
muncul kenangan itu. Ia mencoba mencari buku lainnya di rak buku, dengan
harapan bisa menemukan informasi lebih lanjut tentang Raka. Tak sengaja ia
membuka sebuah buku yang bersampul sepasang kekasih yang bergandengan tangan.
Kelihatannya buku itu ia tulis saat duduk di bangku SMA.
Ia mencoba mengingat kembali memori
yang telah usang, tapi seperti biasanya hasilnya selalu nihil. Sania membuka
lembaran demi lembaran buku dan ia melihat tulisan nama seseorang yang begitu
banyak menghiasi tiap halaman, ‘Raka, I
miss you’. Raka? Siapa Raka itu? Mengapa ada banyak nama Raka di tiap bukunya, batin Sania.
Mungkinkah dia itu mantan kekasihnya?
Tapi ibunya pernah menjelaskan bahwa Sania belum pernah memiliki seorang pujaan
hati. Lalu siapakah Raka?
***
Suara nyanyian burung memecah
keheningan pagi, Sania merasa ada sesuatu yang tersembunyi dari sosok yang
bernama Raka. Ia pernah melihat nama itu di buku album SMA miliknya. Sepertinya
ia harus menanyakan masalah itu kepada temannya, Devi. Devi adalah teman semasa
SMA. Ia putuskan untuk pergi ke rumah Devi dengan mengendarai sepeda. Ketika
melewati rumah kosong, Sania teringat akan kejadian kemarin siang saat ia
mengendap-endap masuk ke rumah kosong seperti seorang maling. Ia tersenyum dan
hampir tertawa apabila mengingat kejadian aneh nan lucu tersebut.
“Loh,
kok ada batu di bawah pagar? Kemarin setahuku tidak ada? Apakah aku lupa,
mungkin saja aku lupa,”
kata Sania menenangkan diri.
Sania
terus mengayuh sepeda, ia menikmati indahnya pohon cemara di sepanjang jalan
menuju rumah Devi. Hingga tak terasa, ia telah tiba di halaman rumah depan Devi. Bunga
mawar menghiasi halaman rumah Devi yang luas. Semerbak baunya menenangkan
pikiran Sania. Tak berapa lama
kemudian muncul sesosok gadis tinggi nan cantik, Devi. Ia muncul dari balik
pintu rumahnya dan mempersilahkan Sania untuk masuk ke dalam rumahnya.
“Tumben non datang ke sini, kangen
sama aku ya?”
“Ih, PD beut, aku ke sini mau tanya sesuatu yang penting nih,” kata Sania sambil
menyodorkan buku.
Tanpa basa-basi Sania berterus
terang pada Devi perihal adanya tulisan nama Raka yang begitu banyak di
bukunya. Sania juga bercerita bahwa sering kali ia bertemu dengan sesosok pria
di mimpinya yang sama persis di buku album SMA miliknya. Devi tersenyum
mendengar pengakuan Sania, namun ia tetap diam seribu bahasa ketika Sania
menanyakan lebih lanjut mengenai seseorang yang ada di foto album tersebut.
Sejumlah pertanyaan muncul di benak Sania, apakah orang yang ia maksud dalam
mimpi itu adalah Raka? Lalu siapakah Raka sebenarnya?
***
Tepat pukul 15.00 WIB Sania duduk di
kursi taman seperti hari-hari sebelumnya. Ia menikmati suasana sore yang indah
sambil membaca buku. Kepulan asap tipis terlihat muncul dari rumah kosong. Sania
curiga tentang adanya ‘penghuni rumah yang misterius’. Maka ia putuskan untuk
melihat lebih dekat.
“Bismillahirohmanirrohim,”
Sania dengan penuh semangat meloncat pagar seperti rutinitasnya akhir-akhir
ini.
Sungguh aneh, masak ada bekas orang
membakar sampah di rumah kosong seperti ini? Karena penasaran, Sania mengamati
tempat pembuangan sampah di bagian pojok belakang rumah. Ia menemukan bekas
tulang yang masih baru, apakah tulang itu makanannya setan? Pikir Sania. Sania
melangkahkan kaki menuju ruangan di samping dapur, ia mendengar suara desisan
yang cukup kencang. Seketika Sania lari tunggang-langgang karena terkejut
sekaligus takut. Setelah kejadian itu, Sania sering mengamati keadaan rumah
kosong tanpa merasa kapok akan mendengar suara desisan dari rumah tersebut.
Hingga suatu hari di sore yang cerah, mentari memancarkan semburat cahaya
senja. Sania tak sengaja memergoki sesosok tubuh laki-laki misterius yang
sedang menjemur pakaian.
“Hey, kau yang di sana itu! Kau
setan apa manusia? Jangan bergerak! Diam di situ saja, ya, stop!” Sania berteriak dan berusaha menjauh dari si pemuda.
“Emm.. Iya, iya Mbak. Jelas manusia Mbak, kaki saya saja menyentuh
tanah gitu loh, lihat! Apakah saya terlihat seperti setan ya, Mbak? Lihat, Mbak, wajah saya
terlihat tampan, dan manis,
bukan?” bela si pemuda.
“Hah? Tunggu-tunggu jadi selama ini rumah ini ada penghuninya?
Dan cerita tentang setan itu bohong dong?”
“Iya Mbak, maaf saya terpaksa membuat skenario
pembohongan publik.”
Akhirnya terpecahkan sudah misteri
tentang penghuni rumah tersebut. Ternyata rumah itu dihuni oleh Wahyu, seorang
pemuda Fakultas Ilmu Teknik Perkapalan yang 3 tahun lebih tua darinya dan
sekampus dengan Sania. Ia menempati rumah itu karena tidak memiliki uang lebih
untuk membayar kos, makanya ia memilih untuk tinggal di rumah itu meskipun
kenyataannya ia tinggal di bagian belakang rumah. Padahal ia diberi kunci rumah
oleh pemilik rumah, tapi ia tak ingin menyusahkan
si pemilik rumah. Alasan mengapa ia tetap meninggalkan
kesan ‘rumah tak berpenghuni’ adalah agar orang-orang takut kalau ingin mencuri
barang-barang berharga di rumah itu. Sehingga memudahkan tugasnya sebagai
penjaga rumah alias si penghuni misterius.
***
Setelah mengetahui tentang penghuni
rumah tersebut, Sania sering menemui Wahyu untuk berkonsultasi mengenai tugas
yang sedang ia kerjakan. Maklum, ternyata Wahyu merupakan cowok yang terkenal
tampan nan pintar di kampusnya. Ya, lumayan Sania dapat ilmu gratis. Hampir
setiap sore di akhir minggu Sania menemui Wahyu. Tak terasa benih-benih asmara mulai
tumbuh di hati mereka.
***
Sore mulai memancarkan cahaya
indahnya, ketika mereka sedang
asyik mengerjakan tugas sambil menikmati makanan buatan Wahyu yang ternyata
jago masak. Seekor
burung hinggap di ranting pohon nangka dan bernyanyi riang seriang hati mereka.
Tak berapa lama kemudian seekor burung hinggap di ranting pohon yang sama.
“Wah, suara burung itu sungguh
indah. Coba lihat, ada burung lagi tuh! Sepertinya
aku pernah mengalami kejadian ini, tapi dimana ya?” Sania mencoba
mengingat-ingat memori usangnya.
“Hah, apa? Bukannya kau tak bisa
mengingat masa lalumu?”
“Benar, tapi kejadian hari ini
membuatku teringat akan sesuatu tapi apa ya, aku jadi lupa.”
“Sudah,
jangan dipaksa. Akan kubantu agar kau cepat teringat masa lalumu.”
“Makasih
^_^.”
***
Hidup
Sania semakin berwarna setelah hadir seorang pemuda bernama Wahyu. Sering kali Wahyu
berkunjung ke rumah Sania untuk sekedar ngobrol atau mengerjakan tugas bersama
meskipun mereka tidak satu fakultas. Bahkan hampir setiap hari Wahyu menjemput
Sania untuk pergi bersama-sama ke kampus. Ibunya juga tak keberatan saat Wahyu
berkunjung ke rumahnya asalkan pemuda itu punya tujuan baik dan tidak
macam-macam. Ibunya terlihat senang karena Sania mulai memberanikan diri untuk
membuka pintu hatinya. Selain itu, kehadiran Wahyu membuat ingatan memori usang Sania mulai terdeteksi sedikit demi
sedikit.
“OMG!” teriak Sania tiba-tiba saat Wahyu
sedang asyik menyanyikan sebuah lagu diiringi gitar.
“Kenapa
San? Kamu tidak suka dengan lagunya? Atau mungkin karena suaraku terdengar
tidak merdu?”
“Tidak,
aku..aku telah teringat semuanya. Ya, aku bisa mengingat semua itu” ucap Sania
sambil meneteskan air mata.
Sania
berhasil mengingat masa lalunya, yaitu masa-masa SMA yang indah sekaligus
menyakitkan. Ia juga berhasil mengingat tentang nyanyian seekor burung yang
dulu sering ia dengar dengan seorang pria pujaan hatinya, Raka. Raka adalah
pemuda tampan, baik, dan pintar sama seperti Wahyu. Dulu Raka sering memainkan
gitar sambil menyanyikan sebuah lagu
untuk Sania. Mereka juga sering mengerjakan tugas bersama-sama. Canda,
tawa, senang, duka, mereka lewati bersama saat SMA. Namun kini hanya tinggal
kenangan, pemuda itu telah lama meninggal. Tepatnya tanggal 15 Desember 2011,
kejadian tragis menimpa Raka. Ia tertabrak motor saat mengendarai sepeda menuju rumah Sania.
Kepalanya terbentur batu di tepi jalan sehingga terjadi pendarahan hebat di
kepalanya. Darah mengalir dengan derasnya dari kepala, tangan, dan sebagian
tubuhnya. Ia tak dapat diselamatkan karena kondisi yang tak memungkinkan. Kalau pun dulu dia selamat
pastinya tidak bisa hidup normal seperti kondisi sebelumnya. Tapi takdir
berkata lain, Tuhan menghendaki untuk memanggilnya lebih awal di saat ia
berumur 17 tahun.
Sania
sangat terpukul dengan kejadian itu. Ia terpaksa menelan kepahitan hidup karena
ditinggal kekasih hatinya. Setelah
kejadian itu ia sering menangis dan mengurung diri di kamar. Bahkan ia berubah
menjadi gadis pemurung. Sania mengutuk dirinya sendiri karena ia merasa
bersalah telah menyuruh Raka datang ke rumahnya. Keluarga, teman, dan para
sahabatnya sedih melihat keadaan Sania. Maka dengan berat hati diambillah keputusan
untuk menghilangkan kenangan indah mereka dengan cara menghapus memori masa
lalu Sania. Caranya? Ibunya mempunyai kenalan seorang paranormal terkenal
sampai manca negara yang bisa menghipnotis dan menghapus masa lalu kelam Sania.
Jadi, dihapuslah kenangan indah itu dari hidup Sania agar ia bisa kembali
tumbuh menjadi seorang gadis yang periang. Ibunya meminta tolong kepada semua
teman dan keluarga Sania untuk tidak memberitahu Sania perihal tersebut.
Namun
hari ini, sihir paranormal itu tidak mempan. Sihir yang selama ini membelenggu
ingatan Sania itu tidak lagi menunjukkan kekuatannya. Sania bahkan bisa
mengingat kembali semua kenangan indah sekaligus kenangan terburuknya. Sania memutuskan
pergi ke makam Raka untuk mendoakannya ditemani Wahyu.
“Semoga
kau tenang di alam sana,” ucap Sania sambil menitihkan air mata.
Setelah
berkunjung ke makam Raka, Sania merasa lega. Setelah sekian lama ia terbelenggu
dengan sihir, akhirnya ia bisa mengingat masa lalunya. Sekarang ia telah
memperoleh pujaan hati baru, yaitu pemuda baik, tampan, nan pintar, Wahyu.
Dunia Sania dipenuhi warna kebahagiaan di setiap harinya.
Pagi
mulai datang, cuaca sangat cerah, secerah suasana hati Sania. Ketika ia membuka
pintu rumah, seekor burung hinggap di dahan pohon mangga dan bernyanyi dengan
riang. Sania menikmati suara merdu burung itu sambil merasakan segarnya udara
pagi.
TAMAT
Komentar
Posting Komentar